Tuesday, January 21, 2020

Jenderal Sudirman, Sosok Panglima Besar Yang Bersahaja

Jenderal Sudirman, Sosok Panglima Besar Yang Bersahaja



Nama dari Jenderal Sudirman pastinya tidak begitu asing lagi di telinga setiap orang. Jenderal Sudirman ia termasuk salah satu pejuang kemerdekaan yang juga ditetapkan sebagai pahlawan nasional Indonesia.

Namanya diabadikan dijalan-jalan protokol di Indonesia sebagai bentuk penghargaan atas jasa-jasanya dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia. 

Jenderal Sudirman termasuk seorang perwira tinggi Indonesia pasca masa Revolusi Nasional Indonesia. Di kalanan militer Indonesia, Jenderal Sudirman diposisikan sebagai Bapak Tentara Nasional Indonesia, karena besarnya kontribusinya dalam dunia kemiliteran Indonesia di era pergerakan kemerdekaan Indonesia. Nah kali ini tim Biografi.co.id akan mengulas sosok Jenderal Besar TNI Sudirman. Berikut ulasanya.

Jenderal Besar TNI (Anumerta) Raden Soedirman (EYD: Sudirman lahir 24 Januari 1916 danmeninggal 29 Januari 1950 pada umur 34 tahun) adalah seorang perwira tinggi Indonesia pada masa pergerakan kemerdekaan Indonesia. 

Sebagai panglima besar Tentara Nasional Indonesia pertama, ia adalah sosok yang dihormati di Indonesia.
Soedirman lahir dari pasangan Karsid Kartawiraji dan Siyem saat pasangan ini tinggal di rumah saudari Siyem yang bernama Tarsem di Rembang, Bodas Karangjati, Purbalingga, Hindia Belanda. Tarsem sendiri bersuamikan seorang camat bernama Raden Cokrosunaryo.

Menurut catatan keluarga, Soedirman dinamai oleh pamannya dan lahir pada Minggu pon di bulan Maulud dalam penanggalan Jawa; pemerintah Indonesia kemudian menetapkan 24 Januari 1916 sebagai hari ulang tahun Soedirman. 

Karena kondisi keuangan Cokrosunaryo yang lebih baik, ia mengadopsi Soedirman dan memberinya gelar Raden, gelar kebangsawanan pada suku Jawa. Soedirman tidak diberitahu bahwa Cokrosunaryo bukanlah ayah kandungnya sampai ia berusia 18 tahun. 

Setelah Cokrosunaryo pensiun sebagai camat pada akhir 1916, Soedirman ikut dengan keluarganya ke Manggisan, Cilacap. Di tempat inilah ia tumbuh besar. Di Cilacap, Karsid dan Siyem memiliki seorang putra lain bernama Muhammad Samingan. Karsid meninggal dunia saat Soedirman berusia enam tahun, dan Siyem menitipkan kedua putranya pada saudara iparnya dan kembali ke kampung halamannya di Parakan Onje, Ajibarang.

Soedirman dibesarkan dengan cerita-cerita kepahlawanan, juga diajarkan etika dan tata krama priyayi, serta etos kerja dan kesederhanaan wong cilik, atau rakyat jelata. 

Pendidikan

Untuk pendidikan agama, ia dan adiknya mempelajari Islam di bawah bimbingan Kyai Haji Qahar; Soedirman adalah anak yang taat agama dan selalu shalat tepat waktu. Ia dipercaya untuk mengumandangkan adzan dan iqamat. 

Saat berusia tujuh tahun, Soedirman terdaftar di sekolah pribumi (hollandsch inlandsche school). Meskipun hidup berkecukupan, keluarga Soedirman bukanlah keluarga kaya. Selama menjabat sebagai camat, Cokrosunaryo tidak mengumpulkan banyak kekayaan, dan di Cilacap ia bekerja sebagai penyalur mesin jahit Singer.

Pada tahun kelimanya bersekolah, Soedirman diminta untuk berhenti sekolah sehubungan dengan ejekan yang diterimanya di sekolah milik pemerintah;[d] permintaan ini awalnya ditolak, namun Soedirman dipindahkan ke sekolah menengah milik Taman Siswa pada tahun ketujuh sekolah.

Pada tahun kedelapan, Soedirman pindah ke Sekolah Menengah Wirotomo setelah sekolah Taman Siswa ditutup oleh Ordonansi Sekolah Liar karena diketahui tidak terdaftar. Kebanyakan guru Soedirman di Wirotomo adalah nasionalis Indonesia, yang turut mempengaruhi pandangannya terhadap penjajah Belanda. 

Soedirman belajar dengan tekun di sekolah; gurunya Suwarjo Tirtosupono menyatakan bahwa Soedirman sudah mempelajari pelajaran tingkat dua pada saat kelas masih mempelajari pelajaran tingkat satu. Meskipun lemah dalam pelajaran kaligrafi Jawa, Soedirman sangat pintar dalam pelajaran matematika, ilmu alam, dan menulis, baik bahasa Belanda maupun Indonesia. 

Soedirman juga menjadi semakin taat agama di bawah bimbingan gurunya, Raden Muhammad Kholil. Teman-teman sekelasnya memanggilnya "haji" karena ketaatannya dalam beribadah, dan Soedirman juga memberikan ceramah agama kepada siswa lain. Selain belajar dan beribadah, Soedirman juga berpartisipasi dalam kelompok musik sekolah dan bergabung dengan tim sepak bola sebagai bek.

Kematian Cokrosunaryo pada tahun 1934 menyebabkan keluarganya jatuh miskin, namun ia tetap diizinkan untuk melanjutkan sekolahnya tanpa membayar sampai ia lulus pada akhir tahun. Setelah kepergian ayah tirinya, Soedirman mencurahkan lebih banyak waktunya untuk mempelajari Sunnah dan doa. Pada usia 19 tahun, Soedirman menjadi guru praktik di Wirotomo.

Saat bersekolah di Wirotomo, Soedirman adalah anggota Perkumpulan Siswa Wirotomo, klub drama, dan kelompok musik. Ia membantu mendirikan cabang Hizboel Wathan, sebuah organisasi Kepanduan Putra milik Muhammadiyah. 

Soedirman menjadi pemimpin Hizboel Wathan cabang Cilacap setelah lulus dari Wirotomo; tugasnya adalah menentukan dan merencanakan kegiatan kelompoknya. 

Soedirman menekankan perlunya pendidikan agama, bersikeras bahwa kontingen dari Cilacap harus menghadiri konferensi Muhammadiyah di seluruh Jawa. Ia mengajari para anggota muda Hizboel Wathan tentang sejarah Islam dan pentingnya moralitas, sedangkan pada anggota yang lebih tua ia berlakukan disiplin militer.

Setelah lulus dari Wirotomo, Soedirman belajar selama satu tahun di Kweekschool (sekolah guru) yang dikelola oleh Muhammadiyah di Surakarta, tetapi berhenti karena kekurangan biaya. Pada 1936, ia kembali ke Cilacap untuk mengajar di sebuah sekolah dasar Muhammadiyah, setelah dilatih oleh guru-gurunya di Wirotomo.

Sebagai guru, Soedirman mengajarkan murid-muridnya pelajaran moral dengan menggunakan contoh dari kehidupan para rasul dan kisah wayang tradisional. 

Salah seorang muridnya menyatakan bahwa Soedirman adalah guru yang adil dan sabar yang akan mencampurkan humor dan nasionalisme dalam pelajarannya; hal ini membuatnya populer di kalangan muridnya. 

Meskipun bergaji kecil, Soedirman tetap mengajar dengan giat. Akibatnya, dalam beberapa tahun Soedirman diangkat menjadi kepala sekolah meskipun tidak memiliki ijazah guru. 

Sebagai hasilnya, gaji bulanannya meningkat empat kali lipat dari tiga gulden menjadi dua belas setengah gulden. Sebagai kepala sekolah, Soedirman mengerjakan berbagai tugas-tugas administrasi, termasuk mencari jalan tengah di antara guru yang berseteru. 

Seorang rekan kerjanya mengisahkan bahwa Soedirman adalah seorang pemimpin yang moderat dan demokratis. Ia juga aktif dalam kegiatan penggalangan dana, baik untuk kepentingan pembangunan sekolah ataupun untuk pembangunan lainnya.

Selama waktu-waktu ini, Soedirman juga terus bergiat sebagai anggota Kelompok Pemuda Muhammadiyah. Dalam kelompok ini, ia dikenal sebagai negosiator dan mediator yang lugas, berupaya untuk memecahkan masalah antar para anggota; ia juga berdakwah di masjid setempat.

Soedirman terpilih sebagai Ketua Kelompok Pemuda Muhammadiyah Kecamatan Banyumas pada akhir 1937. Selama menjabat, ia memfasilitasi seluruh kegiatan dan pendidikan para anggota, baik dalam bidang agama ataupun sekuler. 

Ia kemudian mengikuti seluruh kegiatan Kelompok Pemuda di Jawa Tengah dan menghabiskan sebagian besar waktu luangnya dengan melakukan perjalanan dan berdakwah, dengan penekanan pada kesadaran diri. Alfiah juga aktif dalam kegiatan kelompok putri Muhammadiyah Nasyiatul Aisyiyah.

Keluarga 

Pada tahun yang sama, Soedirman menikahi Alfiah, mantan teman sekolahnya dan putri seorang pengusaha batik kaya bernama Raden Sastroatmojo.

Setelah menikah, Soedirman tinggal di rumah mertuanya di Cilacap agar ia bisa menabung untuk membangun rumah sendiri.

Pasangan ini kemudian dikaruniai tiga orang putra; Ahmad Tidarwono, Muhammad Teguh Bambang Tjahjadi, dan Taufik Effendi, serta empat orang putri; Didi Praptiastuti, Didi Sutjiati, Didi Pudjiati, dan Titi Wahjuti Satyaningrum.

Soedirman di Masa Penjajahan Jepang

Membahas mengenai biografi Jendral Sudirman bagian yang satu ini termasuk sangat penting karena merupakan awal karir dari Sudirman menjadi seorang tentara. 
Karena pada saat Belanda membentuk tim Persiapan Serangan Udara, maka Soedirman yang memang disegani oleh masyarakat diminta oleh masyarakat untuk membentuk dan memimpin tim yang ada di Cilacap.

Disini beliau mengajari warga setempat untuk mengenal prosedur keselamatan dalam menghadapi serangan udara, beliau juga mendirikan pos pemantau di seluruh daerah. 

Jepang mulai menduduki Hindia di awal 1942, setelah tentunya memenangkan beberapa pertempuran untuk melawan pasukan Belanda. Tentunya peristiwa yang satu ini menimbulkan perubahan yang cukup drastis pada masyarakat Indonesia kala itu. Bahkan sekolah tempat Soedirman mengajar juga ditutup yang kemudian difungsikan sebagai pos militer.

Dalam periode ini Soedirman juga berusaha untuk meyakinkan Jepang agar mau membuka kembali sekolah tersebut. Bahkan juga terlibat di dalam beberapa organisasi sosial dan juga kemanusiaan. 

Termasuk dalam catatan biografi Jendral Sudirman ini beliau pernah menjabat sebagai ketua Koperasi Bangsa Indonesia yang juga membuat namanya semakin disegani dan dihormati oleh masyarakat Cilacap.

Sekitar tahun 1944, setelah setidaknya menjabat selama 1 tahun sebagai perwakilan dewan karesidenan yang sudah dijalankan oleh Jepang, kemudian Sudirman ini diminta untuk bergabung dengan tentara Pembela tanah Air atau yang dikenal sebagai PETA. 

Jepang mendirikan PETA setidaknya adalah pada tahun 1943 guna membantu di dalam menghalau invasi dari sekutu dan berfokus untuk merekrut pemuka Indonesia yang pastinya juga belum ‘terkontaminasi’ oleh Belanda. Pada awalnya sempat ragu karena memang pernah mengalami cedera lutut, namun akhirnya tetap bergabung dan memulai pelatihannya di Bogor. 

Sehubungan dengan posisinya kala itu, maka ia dijadikan sebagai seorang komandan dan kemudian dilatih dengan orang-orang yang pangkatnya juga sama. Itulah setidaknya awal biografi Jendral Sudirman masuk kedalam militer dan menjadi bagian penting dalam kemerdekaan.

Selanjutnya dalam Biografi Jendral Sudirman mendapatkan jabatan tersebut membuat Sudirman juga dipersenjatai dengan berbagai macam peralatan yang termasuk sitaan dari Belanda. Setelah setidaknya 4 tahun menjalani pelatihan ia kemudian ditempatkan di Batalion Kroya, Banyumas, Jawa Tengah, tidak begitu jauh memang dari Kota Cilacap. 

Pada tahun-tahun tersebut tidak terlalu banyak peristiwa besar yang terjadi disana. Hingga kemudian setidaknya pada tanggal 21 April 1945, dimana tentara PETA yang berada di bawah Komandan Kusaeri mulai melancarkan pemberontakan terhadap Jepang.

Pada catatan selanjutnya biografi Jendral Sudirman ternyata Soedirman yang diperintahkan untuk menghentikan pemberontakan tersebut, namun dengan catatan agar pemberontak tidak dibunuh dan juga lokasi persembunyiannya tidak dimusnahkan, syarat ini diterimanya dan kemudian mulai menghentikan pemberontakan. 

Setidaknya disini Kusaeri menyerah pada tanggal 25 April. Dengan adanya peristiwa ini juga langsung meningkatkan dukungan terhadap Soedirman oleh para tentara Jepang.

Namun dalam cerita biografi Jendral Sudirman ini beliau justru dipindahkan ke sebuah kamp yang ada di Bogor dengan alasan untuk dilatih, padahal sebenarnya bukan sebuah pelatihan, justru ia dan juga anak buahnya dijadikan sebagai pekerja kasar untuk mencegah terjadinya pemberontakan tingkat lanjutan, juga ada desas-desus yang mengatakan bahwa Perwira dari PETA nantinya akan dibunuh.

Jasa Jenderal Soedirman

Ada banyak sekali jasa Jenderal Sudirman untuk bangsa Indonesia. Kegigihan, keberanian, dan juga kecerdasannya tercurah semua hanya untuk membebaskan rakyat Indonesia dari penderitaan penjajahan.

Dikutip dari Salamadian.com, jasa terbesar dapat dirasakan dalam tubuh TNI. Melalui kepemimpinannya, TNI mendapat kepercayaan dari rakyat bahkan luar negeri sebagai tentara yang patut diperhitungkan. Atas jasanya ini, Jenderal Sudirman pun kemudian dikenal sebagai Bapak TNI.

Adapun jasa-jasa Jenderal Sudirman selama perjuangan ketika merebut dan mempertahankan kemerdekaan Indonesia antara lain:

Melucuti senjata tentara Jepang di Banyumas tanpa terjadi pertumpahan darah.
Berhasil melakukan penyerangan dan memukul mundur pasukan Sekutu juga Belanda pada saat pertempuran Ambarawa.
Memimpin perang gerilya dengan gagah berani dan pantang menyerah walau dalam keadaan sakit parah.
Sebagai tanda hormat terhadap jasa-jasanya, Pemerintah Republik Indonesia menganugerahkan beberapa tanda jasa atau kehormatan.

• Bintang Republik Indonesia Adipurna
• Bintang Republik Indonesia Adiprana
• Bintang Mahaputra Adipurna
• Bintang Sakti
• Bintang Gerilya
• Bintang Yudha Dharma Utama
• Bintang Kartika Eka Paksi Utama
• Satyalancana Perang Kemerdekaan I
• Satyalancana Perang Kemerdekaan II

Banyak sekali nilai positif yang didapat dalam diri Jenderal Sudirman. Semoga biografi ini dapat memberi informasi dan menjadi inspirasi bagi Anda. ****

Jenderal Sudirman, Sosok Panglima Besar Yang Bersahaja Rating: 4.5 Diposkan Oleh: Fauzi Rahmat

0 comments:

Post a Comment