Biografi OSO, Oemar Sapta Oedang
Ada dua tempat yang sangat penting buat Wakil Ketua MPR RI Oesman Satpa Odang (OSO) yang membuat karakter dirinya seperti sekarang ini. Dua tempat itu, Nagari Sulit Air, Solok, Sumatra Barat dan Sukadana di Pontianak, Kalimantan Barat.
Sedikitnya 102 wartawan dari Jakarta, pekan lalu, melihat langsung kampung halaman OSO dari pihak ibundanya. Rumah peninggalan keluarganya yang tak jauh dari objek wisata Seribu Jenjang itu terawat dengan baik. OSO dan sejumlah anggota MPR sempat beristirahat sejenak di tempat itu setelah menggelar Sosialisasi Empat Pilar dan juga sebelum pesta rakyat Ulang Tahun ke-195 Nagari Sulit Air, malam harinya.
Dalam sosialisasi Empat Pilar di hadapan lebih dari 6.000 warga tersebut hadir Prof. Dr. Bachtiar Aly (NasDem), Idris Laena (Golkar) Sekjen MPR RI Ma’ruf Cahyono, Anwar Fuadi (artis), ormas agama dan kemasyarakatan dan juga perwakilan dari Kadin Indonesia.
Dalam sambutannya, OSO mengatakan kehidupan di kampung-kampung saat ini masih sulit. Karena itu pemimpin-pemimpin daerah yang berpihak kepada rakyat di daerah harus didukung. Pemimpin yang memberi peluang kepada rakyatnya untuk bekerja, mengembangkan usaha kecil (UKM), dan rakyat bisa mengembangkan hidupnya dengan layak dan lebih baik harus mendapat apresiasi.
“Presiden Jokowi juga sudah menunjukkan komitmennya untuk berpihak kepada rakyat di daerah dengan membangun berbagai infrastruktur di darat maupun laut. Karena itu, kalau tidak suka dengan pemerintahan saat ini berarti dia ‘gila’,” ujar sosok pengusaha bergelar Datuk Bandaro Sutan Nan Kayo ini.
OSO menegaskan, masyarakat, pers dan seluruh elemen bangsa ini jangan sampai terpengaruh intervensi asing yang ingin menghancurkan negara tercinta ini. Sebab, sejak tahun 1965 asing sudah memasukkan ‘candu’ agar bangsa ini lupa diri. “Dan, kini asing melakukan intervensi dengan narkoba. Jadi, pers menjadi ujung tombak untuk mengawal empat pilar MPR ini demi keutuhan NKRI,” tambahnya.
Ketika menyinggung masa lalu Sulit Air. Suara OSO sempat bergetar. Ada perasaan sedih dan terluka dan ini pula yang membuat rasa nasionalisme OSO bangkit. "Justru di Sulit Air ini kakek saya diusir ke Kalimantan oleh penjajah Belanda karena memberontak terhadap kolonialisme Belanda. Wajar jika Perang Padri itu lahir dari Sulit Air ini sebagai perlawanan terhadap penjajahan," ujarnya.
Peringatan berdirinya 195 tahun daerah Sulit Air ini digelar sangat meriah oleh masyarakat yang tergabung dalam Sulit Air Sepakat (SAS). Lebih dari 6.000 warga datang dari seluruh pelosok Indonesia, Australia, Malaysia, Thailand, dan negara lain, yang selama ini merantau.
“Peringatan ini bukan untuk kepentingan politik tapi untuk kepentingan bangsa. Bahwa, kita wajib menjaga nasionalisme, keberagaman dan pluralisme bangsa ini agar kita makin menyintai Indonesia. Indonesia dengan falsafah Pancasila, UUD NRI Tahun 1945 sebagai dasar negara, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika,” ungkapnya.
0 comments:
Post a Comment